PROJABAR.COM - Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan merekomendasikan penutupan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang terbukti menyajikan menu Program Makan Bergizi Gratis (MBG) dengan harga di bawah ketentuan Rp10.000 per porsi. Ancaman ini disampaikan langsung oleh Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menanggapi temuan penyimpangan dalam pelaksanaan program tersebut.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, menginstruksikan agar SPPG yang terbukti "mencurangi" harga sajian menu MBG direkomendasikan untuk ditutup. Instruksi ini didasari oleh keputusan Badan Gizi Nasional (BGN) yang telah menetapkan standar harga Rp10.000 per porsi, yang sudah memperhitungkan biaya produksi dan keuntungan wajar bagi penyedi.
Baca Juga: Jawa Barat Gandeng Pemerintah Pusat Kaji Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah
Pemberi instruksi utama adalah Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi. Pelaksana di lapangan adalah Satuan Tugas (Satgas) MBG di tingkat kabupaten dan kota, yang bertugas memantau dan melaporkan penyimpangan. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Barat, Herman Suryatman, juga menyampaikan temuan data terkait kelayakan ribuan dapur SPPG.
Kebijakan ini berlaku untuk seluruh wilayah Provinsi Jawa Barat. Pernyataan resmi disampaikan di Gedung Sate, Bandung, yang menjadi kantor pusat pemerintahan provinsi.
Pernyataan ancaman penutupan ini disampaikan oleh Gubernur Dedi Mulyadi pada Kamis, 18 Desember 2025. Data mengenai kelengkapan sertifikat SPPG sebelumnya telah disampaikan oleh Sekda Herman Suryatman pada Selasa, 16 Desember 2025.
Tindakan tegas ini diambil karena ditemukannya praktik SPPG yang diduga mengambil keuntungan berlebihan dengan menyajikan menu di bawah standar harga yang ditetapkan. Selain itu, dari sisi keamanan pangan, masih banyak SPPG yang belum memenuhi persyaratan dasar, seperti memiliki Sertifikat Laik Higiene Sanitasi (SLHS).
"Ya sudahlah, saya katakan SPPG yang gitu tutup saja. Ngapain? Udah tutup saja, ngapain sih. Masa orang ngambil untungnya besar, jangan kegedean dong," kata Gubernur Dedi Mulyadi.
Satgas MBG di daerah yang menemukan pelanggaran akan merekomendasikan SPPG tersebut kepada Badan Gizi Nasional untuk ditutup. Pemantauan tidak hanya pada harga, tetapi juga pada aspek hygiene sanitasi. Data per 16 Desember 2025 menunjukkan, dari total 3.603 SPPG di Jabar, hanya 836 (23.62%) yang telah memiliki SLHS, dan 1.548 (57.27%) lainnya sedang mengajukan.
Sekda Herman Suryatman menambahkan, rendahnya kepemilikan SLHS juga disebabkan oleh masih adanya yayasan pengelola yang belum mau mengajukan sertifikasi, serta kurang kooperatif dengan Dinas Kesehatan setempat.
Baca Juga: UMP 2026 Jawa Barat Diproyeksi Naik 4,79%-6,87%, Formula Baru Pemerintah Ditolak Serikat Pekerja
Artikel Terkait
Dari Raksasa Impor ke Pengekspor Potensial: Jejak Langkah Indonesia Capai Surplus Beras 4,7 Juta Ton
Kebijakan Tarif AS Picu Banjir Impor, Industri Tekstil dan Furnitur Indonesia Tertekan
Resbob Kabur dari Kasus Ujaran Kebencian dengan Modus Titip HP ke Pacar, Polisi Ungkap Pola Pelarian Tanpa Tujuan
Transaksi Blok Rp 5 Triliun Cetak Rekor, PANI Perkuat Cengkeraman di Konglomerasi CBDK
IHSG Akhiri Perdagangan di Zona Merah, Sektor Perbankan Jadi Penahan Tekanan
Defisit APBN Tembus Rp560,3 Triliun hingga November, Pemerintah Pastikan Masih Sesuai Jalur
BI Pertahankan Suku Bunga Acuan 4,75%, Fokus pada Stabilitas Rupiah dan Momentum Pertumbuhan
Komite Eksekutif Otsus Papua Gelar Audiensi dengan Menteri PANRB, Bahas Konsolidasi Program Prioritas
UMP 2026 Jawa Barat Diproyeksi Naik 4,79%-6,87%, Formula Baru Pemerintah Ditolak Serikat Pekerja
Jawa Barat Gandeng Pemerintah Pusat Kaji Ulang Rencana Tata Ruang Wilayah