PROJABAR.COM - Indonesia mengklaim telah berhasil membalikkan posisinya dari salah satu importir beras terbesar dunia menjadi negara dengan surplus stok beras sebesar 4,7 juta ton pada tahun 2025. Pencapaian ini dikaitkan dengan serangkaian intervensi kebijakan mendasar di sektor pertanian.
Baca Juga: ASN Digital BKN: Portal Terpadu dan Wajib MFA untuk 5.2 Juta Aparatur Sipil Negara
Menteri Koordinator Bidang Pangan dan Agribisnis, Zulkifli Hasan, mengumumkan bahwa Indonesia mengalami surplus produksi beras sebesar 4,7 juta ton pada tahun 2025. Angka ini kontras dengan realitas setahun sebelumnya, di mana Indonesia masih perlu mengimpor sekitar 4,5 juta ton beras untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Pengumuman disampaikan langsung oleh Menko Pangan Zulkifli Hasan dalam sebuah acara di Jakarta pada 16 Desember 2025. Pencapaian ini disebut tidak lepas dari peran Kementerian Pertanian serta masukan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam menyederhanakan birokrasi.
Pernyataan ini disampaikan di Jakarta, sebagai bagian dari komitmen pemerintah untuk mencapai swasembada pangan. Transformasi dari defisit ke surplus disebut terjadi dalam kurun waktu satu tahun, dari 2024 ke 2025.
Zulkifli Hasan menjelaskan bahwa lonjakan produksi ini didorong oleh dua reformasi kebijakan utama. Pertama, penyederhanaan drastis regulasi penyaluran pupuk dari 145 aturan menjadi hanya tiga aturan, sehingga menjamin ketersediaan pupuk tepat waktu bagi petani.
Kedua, penerbitan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2025 yang memungkinkan pemerintah pusat turun tangan membangun dan memperbaiki jaringan irigasi, mengatasi masalah pembagian kewenangan yang lama tertunda.
Kebijakan baru irigasi memungkinkan perbaikan infrastruktur yang stagnan sejak lama. “Irigasi, mulai dari zaman Pak Harto, belum ada perbaikan,” ujar Zulhas mengkritisi sistem lama. Inpres baru ini dimaksudkan untuk mempercepat pembangunan jaringan irigasi.
Di sisi hilir, pemerintah juga menaikkan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah. Harga di tingkat petani dilaporkan naik dari sekitar Rp 5.000 per kilogram pada 2024 menjadi Rp 6.500 per kilogram pada 2025, atau kenaikan sekitar 30%.
“Sekarang tidak ada petani yang tidak terima Rp 6.500, rata-rata di atas Rp 6.500. Maka mereka semangat kerja produktivitasnya tinggi,” kata Zulhas. Ia menambahkan bahwa nilai tukar petani (NTP) juga meningkat dari 116 menjadi 124.
Klaim lain yang disampaikan adalah bahwa peningkatan produksi dalam negeri dan penurunan impor Indonesia telah berkontribusi menekan harga beras dunia dari sekitar US$ 650 menjadi di bawah US$ 400 per ton. Atas dasar ini, Menteri Pertanian disebut mendapat penghargaan dari PBB.
Baca Juga: Moratorium Perumahan Seluruh Jawa Barat Dicanangkan, Gubernur Dedi Mulyadi Tunggu Kajian Risiko Bencana dan Penyesuaian RTRW
Artikel Terkait
Krisis di Tubuh NU: Forum Kiai Jawa Beri Ultimatum Tiga Bulan untuk Musyawarah Luar Biasa, Ancam Bentuk PBNU Tandingan
Lampu Hias di Jalan Protokol Cianjur Tuai Pro Kontra, Warga Keluhkan Efek Silau "Serab euyyy.."
Usulan Kementerian Bencana Tuai Kontroversi, Respons Pedas Susi Jadi Sorotan
Thailand Bubarkan DPR, Kekuasaan Diklaim Dikembalikan ke Rakyat
PPP Jabar Siapkan 100 Kader Madya, Bekali Strategi Politik dan Pengabdian Masyarakat
Islam Indonesia dan Eksodus Intelektual Muda: Ketika Bertanya Dianggap Ancaman
Konten Kreator Viral Resbob Ditangkap di Semarang, Terancam 6 Tahun Penjara
Pekan Kebudayaan Daerah Jabar 2025 Tampilkan 42 Warisan Budaya dan Harmoni Tiga Pilar Budaya
Moratorium Perumahan Seluruh Jawa Barat Dicanangkan, Gubernur Dedi Mulyadi Tunggu Kajian Risiko Bencana dan Penyesuaian RTRW
ASN Digital BKN: Portal Terpadu dan Wajib MFA untuk 5.2 Juta Aparatur Sipil Negara