PROJABAR.COM - DPR secara resmi mengesahkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang baru pada Selasa, 18 November 2025. Regulasi ini menggantikan aturan yang telah berlaku selama 44 tahun.
Momen bersejarah ini justru dinodai kontroversi dan penolakan keras. Para pegiat hukum dan HAM menilai sejumlah pasal dalam KUHAP baru membuka ruang penyalahgunaan kewenangan. Mereka menyebutnya sebagai upaya "merebut paksa kemerdekaan diri" warga negara.
Ketegangan memuncak ketika pemerintah dan DPR menyebut sejumlah kritik sebagai "hoaks". Di sisi lain, koalisi masyarakat sipil menuding terjadi manipulasi partisipasi publik dalam proses pembahasan.
Baca Juga: KUHAP Baru Resmi Disahkan, Berlaku Per 2 Januari 2026 Temani KUHP Nasional
Pengecualian yang Berbahaya
Konflik utama terletak pada klausul "dalam keadaan tertentu berdasarkan penilaian penyidik". Klausul ini tersebar di berbagai pasal krusial.
Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, membantah keras isu bahwa polisi dapat bertindak tanpa izin pengadilan. Ia menegaskan semua tindakan tetap memerlukan izin atau minimal dua alat bukti.
Namun, Muhammad Isnur dari YLBHI membantahnya. "Hoaks gimana? Itu ada undang-undangnya kok, bisa berdasar penilaian penyidik saja, tanpa izin ketua pengadilan," tegas Isnur.
Penilaian subjektif aparat inilah yang dianggap celah hukum berbahaya. Negara bisa memasuki ruang privat warga dengan dalih "keadaan mendesak" tanpa pengawasan yudisial yang memadai.
Lima Ancaman Nyata
Koalisi Masyarakat Sipil untuk Pembaruan KUHAP merinci lima ancaman utama:
-
Semua Bisa Dijebak Aparat: Pasal 16 memperbolehkan metode penyelidikan terselubung untuk semua jenis tindak pidana. Kewenangan ini berpotensi menciptakan praktik penjebakan.
-
Penahanan di Tahap Gelap: Pasal 5 memperbolehkan penangkapan dan penahanan pada tahap penyelidikan. Ini dianggap sebagai "pasal karet" yang sangat berbahaya.
-
Penyadapan Tanpa Izin: Beberapa pasal membolehkan penyadapan tanpa izin pengadilan dengan alasan "keadaan mendesak". Amnesty International menilai ini pelanggaran hak atas peradilan yang adil.
-
Keadilan Restoratif yang Dipaksakan: Pasal 74A mengizinkan kesepakatan damai sejak tahap penyelidikan. Mekanisme ini rentan menjadi alat pemerasan.
Artikel Terkait
Daftar Tunggu Haji Jawa Barat Capai 850 Ribu, Ini Cara Daftarnya
Kuota Haji Jawa Barat Turun, Kabupaten Bandung Hanya Dapat 429 Jamaah
Menkeu Purbaya Tak Mau Ceplas-Ceplos Lagi: "Nanti Saya Dimarahi"
Kemenkeu Buka Lowongan untuk Lulusan SMA di Bea Cukai, Rekrut 300 Tenaga Lapangan
Menteri Keuangan Pastikan Redenominasi Rupiah Sepenuhnya Wewenang Bank Indonesia
Kemenkes Ubah Sistem Rujukan BPJS Kesehatan Berbasis Kompetensi "ga perlu rujuk 3 kali"
Menteri HAM Natalius Pigai Tolak Berkomentar Soal Gelar Pahlawan Nasional untuk Soeharto
Cianjur Berlari Bupati Series 2025: Event Lari Gratis dengan Hadiah Umroh dan Tunai
DPR Sahkan RUU KUHAP di Tengah Kritik: Perlindungan Warga versus Kewenangan Aparat yang Menguat
KUHAP Baru Resmi Disahkan, Berlaku Per 2 Januari 2026 Temani KUHP Nasional