PROJABAR.COM - Presiden Prabowo Subianto menegaskan komoditas kelapa sawit merupakan karunia dan solusi strategis bagi ketahanan energi Indonesia di tengah ketidakstabilan geopolitik global. Pernyataan ini disampaikan dalam konteks komitmen pemerintah mempercepat program biodiesel untuk mengurangi ketergantungan pada impor bahan bakar minyak (BBM) fosil.
Baca Juga: Kosong Adalah Isi, Isi Adalah Kosong - Edisi Pejabat Nusantara
Apa yang Disampaikan Prabowo?
Dalam pidatonya pada puncak HUT ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, Jumat (5 Desember 2025), Presiden mengingatkan potensi gangguan pasokan energi global akibat konflik. Ia mencontohkan kerawanan di Selat Hormuz dan Laut Merah. “Kita diberi karunia oleh Yang Maha Kuasa. Kita punya kelapa sawit, sawit bisa jadi BBM, bisa jadi solar, bisa jadi bensin. Teknologinya kita punya,” tegas Prabowo.
Siapa Pelaku dan Penanggung Jawab Program?
Selain Presiden, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia telah menyampaikan roadmap penerapan biodiesel. Program B50 (campuran 50% biodiesel) ditargetkan mulai diimplementasikan pada semester II 2026. Implementasi kebijakan ini melibatkan Kementerian ESDM, Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDP-KS), serta Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI).
Di Mana Posisi Indonesia Saat Ini?
Indonesia telah resmi menjalankan program mandatori B40 sejak awal 2025. Kapasitas produksi biodiesel nasional tercatat mencapai 19,6 juta kiloliter per tahun, meningkat signifikan dari 12,5 juta kL pada 2018. Data konsumsi domestik minyak sawit periode Januari-September 2025 menunjukkan, sektor biodiesel telah menyerap 9,4 juta ton atau sekitar 51% dari total konsumsi dalam negeri.
Kapan Target dan Tantangan Ke Depan?
Meski B50 ditarget 2026, kesiapan industri menjadi perhatian. Prabowo mengingatkan, “Kalau kita tidak hati-hati, tidak punya teknologi, atau pabrik pengolahan tidak siap, nanti kita baru merasakan dampaknya”. Analis memprediksi, implementasi B40 dan B40 akan meningkatkan permintaan domestik CPO, berpotensi mengurangi volume ekspor sekitar 8-10% pada 2025.
Mengapa Kebijakan Ini Diperkuat?
Alasan utamanya adalah ketahanan energi dan penghematan devisa. Indonesia masih mengimpor sekitar 4,9–5 juta ton solar per tahun. Dengan biodiesel, ketergantungan impor dapat ditekan. Selain itu, program ini sejalan dengan ambisi transisi energi, meski dalam dokumen perencanaan seperti Revisi Kebijakan Energi Nasional (KEN) melalui PP No. 40/2025, target bauran energi terbarukan untuk 2030 justru direvisi menjadi 19–23%, lebih rendah dari target sebelumnya 23% pada 2025.
Bagaimana Dampak dan Realisasi di Lapangan?
Dampaknya multidimensi. Di satu sisi, program ini mendongkrak utilisasi sawit domestik dan mendukung harga. Di sisi lain, tantangan datang dari tekanan regulasi global seperti EU Deforestation Regulation (EUDR) yang menyebabkan penurunan impor sawit Uni Eropa dari Indonesia sebesar 23,8% (year-on-year).
Untuk memenuhi kebutuhan bahan baku, alokasi CPO untuk energi pada 2025 telah mencapai lebih dari 14 juta ton. Realisasi ini menunjukkan komitmen, meski secara keseluruhan, jalan menuju kedaulatan energi penuh masih memerlukan konsistensi kebijakan, kesiapan teknologi, dan diplomasi dagang untuk menghadapi tantangan pasar global.
Baca Juga: Kebenaran dalam Budaya: Konstruksi Kolektif dan Stabilitas Sosial
Artikel Terkait
Analis Bareksa Rekomendasikan ARTO, INKP, dan UNVR di Tengah Proyeksi IHSG Hijau
Menhut Kantongi Data Awal Asal Kayu Gelondongan, Polisi Turun ke Batang Toru
Telaah Mengapa Manusia Takut Ambiguitas (Psikologi & Fenomenologi dalam bahasa yang hidup)
Telaah Ambiguitas dalam Logika Non-Biner dan Filsafat Timur
Kepastian sebagai Ilusi dan Problem Epistemik (Sebuah Telaah Konseptual)
Telaah Konseptual: Ketidakpastian sebagai Sumber Etika
Salah dan Benar: Dari Mana Mereka Berasal dan Mengapa Ada?
Pendidikan Indonesia: Siapa yang Diuntungkan Dari Sistem Pendidikan Kita
Kebenaran dalam Budaya: Konstruksi Kolektif dan Stabilitas Sosial
Kosong Adalah Isi, Isi Adalah Kosong - Edisi Pejabat Nusantara