PROJABAR.COM - Lebih dari setahun setelah dilantik pada 1 Oktober 2024, kinerja Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2024-2029 terus menjadi sorotan. Di tengah komposisi parlemen yang didominasi koalisi pemerintah, harapan agar DPR mampu menjalankan fungsi check and balances berhadapan dengan data survei yang mengindikasikan krisis kepercayaan publik yang masih membayangi.
Baca Juga: Analisis Kinerja DPR 2024-2029 dan Tingkat Kepercayaan Publik Terkini
Parlemen Baru dan Tantangan Check and Balances
Sebanyak 580 anggota DPR RI periode 2024-2029 resmi memulai tugas mereka pada Oktober lalu di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan. Komposisi ini lebih banyak lima orang dibanding periode sebelumnya, menyusul pembentukan empat provinsi baru di Papua.
Dari delapan partai yang duduk di parlemen, tujuh di antaranya merupakan pendukung pemerintahan Presiden terpilih Prabowo Subianto, menguasai 470 kursi atau 81% dari total kursi DPR. Dominasi ini, menurut Kepala Departemen Politik CSIS, Arya Fernandes, menjadi tantangan terberat bagi DPR untuk menjalankan fungsi kontrolnya.
"Jika mayoritas bahkan semua parpol mendukung pemerintah, akan semakin sulit bagi DPR untuk melaksanakan fungsi kontrol. Tanpa fungsi kontrol, tidak ada check and balances, tentu DPR akan hilang relevansinya," ujar Arya.
Pernyataan ini menguatkan harapan Guru Besar Hukum Tata Negara, Umbu Rauta, bahwa DPR dan DPD harus merawat dan menjamin fungsi checks and balances terhadap Presiden, baik dalam fungsi legislasi, pengawasan, dan fungsi anggaran.
Baca Juga: Ruang Gerak Persempit: Ancaman KUHAP Baru bagi Masa Depan Jurnalisme Investigasi di Indonesia
Potret Krisis Kepercayaan dan Tuntutan Akuntabilitas
Di balik harapan ideal terhadap fungsi parlemen, kepercayaan publik terhadap institusi DPR tercatat berada di titik yang memprihatinkan.
-
Level Kepercayaan Rendah: Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2023 mengungkapkan hanya 19% masyarakat yang masih percaya pada kinerja DPR, angka terendah dalam dekade terakhir sejak era Reformasi.
Survei lain oleh The Republic Institute di Jawa Timur pada Juli 2025 juga menunjukkan rendahnya kepercayaan terhadap lembaga perwakilan rakyat, di mana tingkat kepercayaan terhadap DPRD Jatim hanya 61,2%.
-
Kinerja yang Dipertanyakan: Ketidakpercayaan ini berbanding lurus dengan kinerja yang dinilai tidak optimal. Pada Januari 2024, tingkat kehadiran anggota dalam sidang paripurna hanya mencapai 41,79%. Sementara itu, dalam setahun terakhir, DPR baru merampungkan pembahasan 14 Rancangan Undang-Undang (RUU).
-
Polemik Anggaran dan Gaji: Penerimaan resmi anggota DPR yang mencapai lebih dari Rp100 juta per bulan setelah ditambah tunjangan perumahan Rp50 juta menjadi sorotan tajam di tengah kesulitan ekonomi masyarakat. ICW menilai kebijakan ini sebagai pemborosan anggaran yang tidak patut.
Baca Juga: RUU Perampasan Aset Dipastikan Masuk Prolegnas 2026, Komisi III DPR Siap Jadi Penggodok
Sorotan Kinerja: Legislasi, Pengawasan, dan Transparansi
Evaluasi kinerja DPR setahun terakhir mengungkap beberapa catatan kritis dalam tiga fungsi utamanya:
-
Fungsi Legislasi: Pembahasan sejumlah RUU dinilai masih tertutup dan minim partisipasi publik. RUU seperti Pilkada dan UU TNI memicu demonstrasi karena dianggap tidak melibatkan partisipasi publik yang bermakna.
Artikel Terkait
Dualisme Regulasi: Ketika 42.000 Pesantren "Toleran" terhadap IMB, Sementara Rumah Ibadah Lain Dipersulit
Rp 80 Triliun Dana Publik Dialihkan ke Danantara: Investasi atau Oligarki Baru?
Gaya Blak-blakan Menteri Purbaya: Kebijakan Kontroversial di Tengah Ujian Kabinet Prabowo
Di Balik Gaya Menteri Purbaya: Strategi Politik Prabowo dalam Mengelola Kabinet dan Opini Publik
Menteri Keuangan Baru di Tengah Kabinet "Gemuk": Antara Gaya Blak-blakan dan Warisan Berat
Imajinasi Musisi Dibunuh Industri: Jangan Lagu Cinta Melulu
Insinyur sebagai Menteri Keuangan: Membawa Pendekatan Sistem untuk Memecahkan Masalah Ekonomi
KUHAP Baru Dikritik Tajam: Pasal Bermasalah Ancam Kebebasan Warga dan Keadilan
Kronologi Pasal 16 RKUHAP: Dari Reformasi Hukum ke Celah Penjebakan
Ruang Gerak Persempit: Ancaman KUHAP Baru bagi Masa Depan Jurnalisme Investigasi di Indonesia