PROJABAR.COM - Tabu dalam Kontes Agama bagaimana ia terbentuk, berfungsi, dipertahankan, dampak praktisnya, dan cara kritis (tapi hormat) untuk berinteraksi dengannya.
1. Tabu agama: bukan sekadar larangan, tetapi pagar sakral untuk melindungi tatanan kosmik
Dalam agama, tabu tidak bekerja hanya sebagai larangan etis (harus/tidak harus),
tetapi sebagai mekanisme untuk menjaga:
-
kesucian (sacredness), otoritas wahyu, hierarki keagamaan, rasa hormat kolektif, identitas umat, struktur kekuasaan internal, keutuhan narasi metafisik.
Dalam konteks agama, tabu bukan sekadar norma sosial
ia adalah pelindung kebenaran teologis.
Jika tabu runtuh, maka sistem kepercayaan tidak hanya dipertanyakan ia bisa pecah secara ontologis(Keberadaan/Realitas).
2. Tabu dalam agama mengikat bukan melalui logika, tetapi melalui kesucian
Kesucian (sacredness) berbeda dari kebenaran biasa.
Kesucian bekerja dengan mekanisme:
-
ketakziman, rasa takut, rasa hormat absolut, rasa kecil di hadapan yang ilahi.
Karena itu, dalam agama:
-
mempertanyakan sesuatu yang dianggap suci,
- bukan sekadar “salah”,
- tetapi dianggap sebagai pelanggaran eksistensial.
Tabu ini melampaui ranah etika ia menyentuh ranah metafisika rasa.
3. Pertanyaan epistemik terdengar seperti pemberontakan spiritual
Ketika seseorang bertanya:
-
“Apa bukti wahyu?”, “Mengapa tafsir ini satu-satunya yang benar?”, “Apa dasar historis perintah moral ini?”, “Bagaimana proses kodifikasi teks suci?”, “Kenapa Tuhan memilih cara ini, bukan cara lain?”
Secara epistemik, pertanyaan ini normal.
Namun dalam agama, pertanyaan ini terdengar sebagai:
-
keraguan terhadap keimanan, kurang ajar terhadap Tuhan, ancaman terhadap komunitas, pembuka jalan menuju kesesatan.
Artikel Terkait
Kapan Indonesia Bisa Maju? Melacak Jejak Pencerahan dan Mencetak Masa Depan
Mitos dan Fakta Kepemimpinan: Membongkar Narasi "Kebecusan" Ekonomi Soeharto versus Soekarno dan Gus Dur
Siswa Indonesia Menuntut Pengakuan: Kapan Hari Nasional Kita?
Dokumen Kedutaan AS Ungkap Peran Diplomatik 1964-1968 dalam Pembantaian PKI: Apa Fakta, Kenapa Tidak Viral?
Ketika “Berbagi” Menjadi Beban-Meninjau Praktik Pemotongan Dana Bantuan dari Perspektif Islam dan Hukum
Kontroversi Pemotongan BLT: Ketika Ideologi Pancasila ‘Keadilan Sosial’ Dipakai Sebagai Dalih
Perdebatan Qur’an-Only vs Tradisi Hadis di Indonesia: Makna Shalat, Otoritas Ulama, dan Risiko Polarisasi
Kritik yang Membangun: Memahami Fungsi Sosialnya sebagai Pilar Demokrasi, Bukan Ancaman
Sejahterakan Guru Pesantren: Ikhlas Bukan Alasan Untuk Miskin
Kesenjangan Pendidikan di Daerah Tertinggal, Terluar dan Terdepan (3T): Analisis Legislasi dan kebijakan