Kurikulum Deep Learning: Inovasi Pendidikan Abad 21 atau Eksperimen Berisiko di Indonesia?

photo author
- Rabu, 10 Desember 2025 | 12:47 WIB
Ilustrasi Kurikulum Deep Learning: Inovasi Pendidikan Abad 21 atau Eksperimen Berisiko di Indonesia? (pixabay/Seila800)
Ilustrasi Kurikulum Deep Learning: Inovasi Pendidikan Abad 21 atau Eksperimen Berisiko di Indonesia? (pixabay/Seila800)

Ditulis Oleh: Muthia Naila Ansharia Arzahwar


PROJABAR.COM - Kecerdasan Buatan (AI) telah berkembang pesat dan membawa dampak signifikan, khususnya di bidang pendidikan.

Di era modern ini, AI bukan hanya alat, tetapi mitra yang berpotensi merevolusi cara kita belajar dan mengajar, menciptakan lingkungan yang lebih efektif dan kondusif.

Oleh karena itu, Kurikulum Deep Learning menjadi sebuah pendekatan yang menekankan pemahaman konsep mendalam, berpikir kritis, kreativitas, dan integrasi lintas disiplin dan semakin banyak diterapkan di negara-negara maju. 

Baca Juga: Ribuan Rumah Terendam, Banjir Meluas di 15 Desa Karawang

Laporan OECD 2023 menunjukkan bahwa lebih dari 68% negara anggota telah memasukkan elemen deep learning seperti problem-based learning dan literasi digital ke dalam kurikulum mereka.

Negara-negara seperti Finlandia, Korea Selatan, Singapura, dan Jepang telah membuktikan bahwa pendekatan ini dapat meningkatkan kualitas belajar dan menghasilkan lulusan yang adaptif.

Finlandia, misalnya, memperkenalkan dasar-dasar AI di sekolah dasar dan menyediakan kursus "Elements of AI" gratis untuk umum. Korea Selatan bahkan mengeksplorasi AI sebagai asisten pengajar dan memiliki program pelatihan khusus untuk guru.

Baca Juga: Kemensos Lakukan Pendataan Korban, 22 Tewas dalam Kebakaran Maut di Gedung Terra Drone Kemayoran

Namun, keberhasilan ini tidak terjadi secara instan. Diperlukan sistem yang matang, mulai dari pelatihan guru, sarana teknologi, sistem evaluasi yang lebih manusiawi, hingga dukungan kebijakan pemerintah yang konsisten dan sustainab.

Meskipun potensi inovasinya besar, penerapan kurikulum deep learning berisiko jika dilakukan tanpa persiapan matang. Bagi Indonesia, kurikulum ini bisa menjadi inovasi berkelanjutan jika dijalankan bertahap dan terukur, tetapi berpotensi menjadi eksperimen berisiko jika diterapkan terburu-buru.

Beberapa data yang dihimpun menunjukkan tantangan nyata yang kita hadapi:

  • Infrastruktur Digital yang Kurang Memadai

Laporan UNESCO 2022 mengungkapkan 55% sekolah di negara berkembang kekurangan infrastruktur digital. Di Indonesia, survei Kemendikbudristek 2023 menunjukkan 41% sekolah masih mengalami keterbatasan jaringan internet.

Baca Juga: 22 Tewas dalam Kebakaran Maut Ruko Terra Drone Kemayoran, Polisi Periksa Pemilik Usaha dan Gedung

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Taufik Nurdin

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X