PROJABAR.COM - Pertanyaan "Apa yang membuatmu malu jadi warga negara Indonesia?" sering muncul dalam berbagai kesempatan. Mulai dari obrolan santai hingga diskusi serius. Banyak yang menyoroti masalah korupsi, lemahnya paspor Indonesia, hingga infrastruktur yang tertinggal.
Namun, apakah rasa malu adalah respons yang tepat?
Bagi banyak orang, yang muncul justru kekecewaan dan amarah. Bukan rasa malu. Sebab Indonesia dipandang sebagai "cita-cita" dan "rumah" yang masih dalam proses perwujudan.
Baca Juga: Analisis Kebijakan Penertiban Ruang Digital: Antara Keamanan Nasional dan Kebebasan Sipil
Problem Struktural yang Memicu Kekecewaan
Berbagai masalah struktural menjadi sumber kekecewaan. Korupsi masih menjadi momok menahun. Mulai dari skala kecil hingga skandal miliaran rupiah.
Institusi penegak hukum seperti KPK kerap menghadapi tantangan berat. Di tingkat global, paspor Indonesia masih lemah dalam peringkat internasional. Ini membatasi mobilitas warga negara.
Nilai tukar rupiah yang fluktuatif juga menambah persepsi ketidakstabilan. Masalah-masalah ini sering dikaitkan dengan kesalahan prioritas pengelolaan sumber daya.
Warisan Sejarah yang Kelam
Rasa trauma kolektif juga berakar pada sejarah. Kebijakan asimilasi paksa di era Orde Baru terhadap etnis Tionghoa adalah contohnya.
Kebijakan ini melarang ekspresi budaya Tionghoa. Termasuk perayaan Imlek dan penggunaan bahasa Mandarin. Banyak warga keturunan terpaksa mengganti nama mereka.
Meski aturan diskriminatif ini telah dicabut, trauma politiknya masih membekas. Banyak keluarga masih enggan menggunakan nama Mandarin dalam dokumen resmi.
Baca Juga: Di Balik Penertiban PSE, Ada Apa dengan Kedaulatan Digital Indonesia?
Ketegangan Identitas di Era Globalisasi
Di era globalisasi, muncul tantangan krisis identitas nasional. Terutama di kalangan generasi muda. Kemudahan akses budaya asing bisa mengikis apresiasi terhadap nilai kebangsaan.
Identitas nasional Indonesia dibangun atas fondasi:
-
Pancasila
-
Bendera Merah Putih
-
Bahasa Indonesia
Artikel Terkait
Menteri Keuangan Baru di Tengah Kabinet "Gemuk": Antara Gaya Blak-blakan dan Warisan Berat
Imajinasi Musisi Dibunuh Industri: Jangan Lagu Cinta Melulu
Insinyur sebagai Menteri Keuangan: Membawa Pendekatan Sistem untuk Memecahkan Masalah Ekonomi
KUHAP Baru Dikritik Tajam: Pasal Bermasalah Ancam Kebebasan Warga dan Keadilan
Kronologi Pasal 16 RKUHAP: Dari Reformasi Hukum ke Celah Penjebakan
Ruang Gerak Persempit: Ancaman KUHAP Baru bagi Masa Depan Jurnalisme Investigasi di Indonesia
[Update] Produktivitas Tanpa Legitimasi: Kinerja DPR 2024-2029 di Bayangi Krisis Kepercayaan Publik
[UPDATE] Kinerja DPR 2024-2029: Antara Harapan Checks and Balances dan Bayang-bayang Krisis Kepercayaan Publik
Di Balik Penertiban PSE, Ada Apa dengan Kedaulatan Digital Indonesia?
Analisis Kebijakan Penertiban Ruang Digital: Antara Keamanan Nasional dan Kebebasan Sipil