Penggunaan Suara Robot untuk Ajar Baca Al-Qur'an: Di Mana Pijakan Hukumnya?

photo author
- Sabtu, 22 November 2025 | 05:22 WIB
Peluncuran Gemini 3: model AI terbaru Google yang hadir dengan peningkatan besar dan fitur canggih yang membuat pengguna semakin penasaran. (Situs web blog.google)
Peluncuran Gemini 3: model AI terbaru Google yang hadir dengan peningkatan besar dan fitur canggih yang membuat pengguna semakin penasaran. (Situs web blog.google)

PROJABAR.COM - Kemajuan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan text-to-speech (TTS) kini merambah bidang pendidikan agama. Inovasi seperti sistem pengenalan suara untuk pelajaran baca Al-Qur'an mulai dikembangkan.

Namun, praktik penggunaan suara robot untuk mengajarkan kitab suci Al-Qur'an memantik pertanyaan mendasar. Di manakah pijakan hukum untuk mengatur penggunaan teknologi ini?

Baca Juga: Rekaman untuk Adzan: Antara Efisiensi Teknologi dan Penyimpangan Syariat

Kerangka Hukum yang Tertinggal

Fenomena ini terjadi dalam ruang hukum yang hampir kosong. Muhammad Arbani, Dosen STIH Adhyaksa Tangerang, mengonfirmasi kondisi ini.

"Saat ini belum ada satu pun regulasi yang secara rinci mengatur kecerdasan buatan," ujarnya. Kelambatan respon negara ini dinilai berisiko tinggi.

Rinto Setiyawan dari Majelis Tinggi Partai X menegaskan pentingnya regulasi. "Negara ini jangan terus-terusan responsif saat viral. Kebijakan harus antisipatif," tegasnya.

Mengurai Risiko yang Mengintai

Tanpa pagar hukum yang kuat, sejumlah risiko besar mengintai. Berikut titik-titik rawan yang perlu diwaspadai:

Privasi dan Keamanan Data
Pengembangan sistem TTS berpotensi mengumpulkan data suara pengguna. Komisioner Komnas HAM, Saurlin Siagian, memperingatkan lemahnya perlindungan data pribadi di era digital.

"Saat ini, dunia kita berada dalam situasi yang sangat mengkhawatirkan terkait keamanan digital. Tidak ada yang benar-benar aman," tegasnya.

Bias Algoritma dan Akurasi Tajwid
AI belajar dari data, dan jika data yang dipakai keliru, outputnya akan salah. Hilman F. Pardede, Peneliti BRIN, menjelaskan mekanisme ini.

"Ketika dia dilatih dengan data bias, model datanya juga bisa jadi bias," jelasnya. Dalam konteks baca Al-Qur'an, kesalahan kecil dalam pelafalan dapat mengubah makna.

Disinformasi dan Etika
Teknologi AI generatif dapat menyebarluaskan informasi tanpa filter. Hal ini sangat berbahaya untuk konten keagamaan.

"Kita menulis sesuatu, itu bisa dikutip bulat-bulat oleh AI, lalu disebarkan seolah-olah itu kebenaran," ungkap Saurlin Siagian.

 

Baca Juga: Shalat dengan Rekaman Suara: Inovasi atau Penyimpangan? Tinjauan Kritis Fikih

Halaman:
Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Cikal Bintang Sayyid Arrazy

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X