Bukti Cinta kepada Allah: Dari Klaim Menjadi Kenyataan

photo author
- Sabtu, 25 Oktober 2025 | 07:30 WIB
The Qur'an (Gambar oleh Essam Hussein dari Pixabay)
The Qur'an (Gambar oleh Essam Hussein dari Pixabay)

PROJABAR.COM - Cinta seringkali hanya menjadi ucapan di lisan tanpa makna. Namun, dalam Islam, cinta bukanlah sekadar perasaan, melainkan sebuah keyakinan yang harus dibuktikan. Para ulama mengibaratkan cinta seperti sebuah pohon.

Jika ditanam dengan benar pada media yang tepat dan dirawat dengan sungguh-sungguh, pohon itu akan tumbuh subur, berbunga, dan akhirnya berbuah yang manis. Buahnya pun sesuai dengan jerih payah dalam merawatnya. Inilah hakikat cinta yang sejati, sebuah investasi akherat yang berbuah ketaatan.

Baca Juga: Tanda-Tanda Hari Akhir: Antara Peringatan dan Pengingat Iman

Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyah rahimahullah dalam kitabnya yang monumental, Madarijus Salikin, menjelaskan dengan indah tentang manisnya iman (halawatul iman). Beliau menyebutkan bahwa salah satu wujud nyata dari manisnya iman adalah ketika seseorang menjadikan Allah dan Rasul-Nya lebih dicintai daripada segala sesuatu yang lain di dunia ini. Ini adalah tolok ukur utama.

Namun, cinta sejati semacam ini tidak akan pernah muncul tiba-tiba tanpa dasar. Cinta yang benar haruslah lahir dari ilmu. Mustahil seseorang dapat mencintai sesuatu dengan tulus dan mendalam tanpa mengenalnya terlebih dahulu.

Islam menolak "cinta buta" yang hanya mengandalkan perasaan tanpa panduan. Bahkan dalam beribadah, klaim cinta kepada Allah tidaklah sah kecuali jika disertai dengan mengikuti tuntunan yang telah Dia syariatkan.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman yang artinya:

"Katakanlah (Muhammad), 'Jika kamu mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mencintaimu dan mengampuni dosa-dosamu.' Allah Maha Pengampun, Maha Penyayang." (QS. Ali Imran: 31)

Ayat yang agung ini menjadi landasan pokok bahwa bukti cinta kepada Allah harus melalui ittiba', yaitu mengikuti dan meneladani Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam dalam segala aspek kehidupan. Tanpa itu, klaim cinta hanyalah ungkapan kosong yang tidak bernilai di sisi-Nya.

Baca Juga: Berpikir Kritis dalam Islam: Perintah Agama untuk Menjauhi Kesesatan di Era Digital

Sejarah telah membuktikan, di masa Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam masih hidup, banyak orang yang mengklaim cinta kepada Allah tetapi dengan cara-cara mereka sendiri yang menyimpang. Salah satunya adalah praktik meminta kepada penghuni kubur orang-orang shaleh dengan dalih ingin mendekatkan diri kepada Allah. Allah pun menurunkan teguran keras:

"Ingatlah, hanya milik Allah agama yang murni (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), 'Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya." (QS. Az-Zumar: 3)

Meskipun dilandasi oleh semangat dan "cinta", praktik semacam ini ditolak mentah-mentah oleh Rasulullah karena kedekatan kepada Allah tidak boleh ditempuh dengan cara-cara yang tidak disyariatkan-Nya.

Oleh karena itu, marilah kita menjadikan cinta kepada Allah sebagai sebuah pohon keimanan yang akarnya tertancap kuat pada ilmu, batangnya kokoh dalam keyakinan, dan berbuah manis berupa amal shaleh serta ketaatan total kepada Rasul-Nya. Sebab, cinta sejati adalah cinta yang dibuktikan dengan tindakan nyata, bukan sekadar kata-kata indah yang terucap di mulut.

Baca Juga: Integrasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sehari-hari: Praktik Mudah untuk Hidup Penuh Makna

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Cikal Bintang Sayyid Arrazy

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X