Shalat dengan Rekaman Suara: Inovasi atau Penyimpangan? Tinjauan Kritis Fikih

photo author
- Jumat, 21 November 2025 | 05:19 WIB
Shalat Jumat Pertama di Madinah: Riwayat, Dalil, dan Pandangan Mazhab
Shalat Jumat Pertama di Madinah: Riwayat, Dalil, dan Pandangan Mazhab

PROJABAR.COM - Dalam beberapa tahun terakhir, muncul wacana menggunakan rekaman suara bacaan shalat untuk dikeluarkan melalui speaker selama shalat. Alasan yang dikemukakan biasanya terkait kualitas tilawah yang lebih baik dan kekhusyukan.

Baca Juga: Berkah Ramadhan 1447 H: Estimasi Jadwal Puasa 2026 untuk Warga Jawa Barat

Apa yang Dimaksud dengan Shalat Pakai Rekaman?

Yang dimaksud adalah seseorang yang sedang menunaikan shalat memutar rekaman suara bacaan shalat melalui perangkat elektronik. Bacaan yang diputar bisa berupa Al-Fatihah, surat pendek, tasyahud, dan doa. Perangkat yang digunakan biasanya ponsel atau speaker.

Praktik ini dilakukan alih-alih melafalkan bacaan secara langsung dari mulutnya sendiri. Biasanya diusung dengan dalih ingin mendengarkan bacaan yang lebih indah dan tartil. Ada juga yang beralasan merasa tidak mampu membaca dengan baik.

Mengapa Rekaman untuk Bacaan Shalat Ditolak?

Penolakan para ulama terhadap praktik ini didasarkan pada argumen fikih yang sangat fundamental. Argumen ini menyentuh hakikat shalat sebagai ibadah badaniyah (fisik).

  1. Menyalahi Syarat "Membaca" dalam Shalat
    Seluruh mazhab fikih sepakat bahwa seorang mushalli harus melafalkan bacaan shalat dengan suaranya sendiri. Membaca dalam konteks ini berarti menggerakkan lidah dan mulut untuk menghasilkan suara.

    Rekaman tidak memenuhi unsur ini karena yang "membaca" sebenarnya adalah perekam, bukan orang yang shalat. Bacaan sekalipun pelan harus terdengar oleh telinga sendiri.

  2. Menghilangkan Unsur Ibadah Badaniyah
    Shalat adalah ibadah yang pelaksanaannya bersifat fisik dan personal. Setiap gerakan dan bacaan harus berasal dari diri mushalli sendiri, bukan diwakilkan.

    Syaikh Dr. Shalih al-Fauzan menegaskan bahwa menggunakan rekaman untuk bacaan shalat adalah bid'ah. Hal ini menafikan unsur ibadah badaniyah yang menjadi rukun shalat.

  3. Bacaan Harus Bersamaan dengan Niat dan Gerakan
    Dalam shalat, bacaan harus sesuai dengan gerakan dan dilakukan secara bersamaan. Misalnya, membaca surat hanya dalam keadaan berdiri.

    Menggunakan rekaman berisiko menimbulkan ketidaksesuaian antara bacaan dengan gerakan shalat. Hal ini dapat merusak tertib (urutan) shalat yang merupakan rukun.

Siapa yang Menyatakan Ketidakabsahan Praktik Ini?

Otoritas ulama dan lembaga fikih terkemuka telah menyuarakan penolakan mereka. Lajnah Da'imah Lil Buhuts Al-'Ilmiyah Wal Ifta' Arab Saudi dengan tegas menyatakan hukumnya tidak sah.

Fatwa serupa dikeluarkan oleh Dar al-Ifta al-Mishriyah. Lembaga ini menegaskan bahwa shalat dengan memutar rekaman bacaan orang lain adalah batil. Keputusan ini didasarkan pada konsensus para ulama terdahulu.

Baca Juga: Rekaman untuk Adzan: Antara Efisiensi Teknologi dan Penyimpangan Syariat

 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizinĀ redaksi.

Editor: Muhammad Cikal Bintang Sayyid Arrazy

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X