PROJABAR.COM - Dalam menghadapi persoalan hidup yang semakin kompleks dan modern, umat Islam seringkali dihadapkan pada pertanyaan bagaimana menemukan jawaban hukum untuk masalah-masalah yang tidak secara eksplisit dibahas dalam Al-Qur'an dan Hadis? Apakah Islam memberikan ruang bagi akal manusia untuk bergerak? Dan, bagaimana jika hasil pemikiran itu ternyata salah apakah masih ada ganjaran?
Pertanyaan-pertanyaan mendasar ini menemukan jawabannya dalam sebuah konsep mulia dalam Islam Ijtihad. Ijtihad bukan sekadar upaya intelektual biasa, melainkan sebuah bentuk penghambaan yang tulus dimana seorang yang berilmu (mujtahid) mencurahkan segenap kemampuannya untuk mencari kebenaran.
Baca Juga: Ijtihad Sebuah Fleksibilitas Islam dalam Menjawab Tantangan Zaman
Yang menakjubkan, Rasulullah SAW dalam sebuah hadis menjamin bahwa seorang mujtahid yang salah sekalipun tetap mendapat satu pahala. Ini adalah bukti nyata bahwa dalam Islam, usaha dan keikhlasan dalam mencari kebenaran tidak pernah sia-sia, sekalipun hasil akhirnya meleset.
Artikel ini akan mengupas tuntas nilai ijtihad, ganjaran bagi seorang mujtahid, batasan-batasannya, serta contoh penerapannya sejak zaman sahabat hingga masa kini. Mari kita telusuri khazanah keilmuan Islam yang memadukan antara keteguhan pada wahyu dan apresiasi pada potensi akal manusia.
Salah satu sahabat yang dikenal sebagai panglima Rasulullah SAW pernah meriwayatkan sabda beliau tentang keutamaan orang yang berijtihad dalam menetapkan hukum.
Rasulullah SAW bersabda:
"Apabila seorang hakim menetapkan suatu keputusan lalu ia berijtihad (mencurahkan segenap kemampuannya) dan ternyata putusannya benar, maka baginya dua pahala. Namun jika ia berijtihad lalu salah, maka baginya satu pahala." (HR. Bukhari & Muslim)
Makna dari hadis ini menunjukkan bahwa Islam sangat menghargai usaha dan kesungguhan seseorang dalam mencari kebenaran, meskipun hasilnya terkadang tidak tepat.
Dua pahala yang dimaksud dalam hadis ini adalah:
-
Pahala pertama untuk usahanya - karena ia telah bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga dan pikirannya demi menegakkan hukum Allah.
-
Pahala kedua untuk kebenaran hasil ijtihadnya.
Sedangkan bila seorang hakim berijtihad dan ternyata hasilnya keliru, maka ia tetap mendapatkan satu pahala. Pahala ini diberikan bukan karena kesalahannya, melainkan karena usahanya dalam mencari kebenaran. Tidak ada kesalahan yang diberi pahala, namun upaya mencari kebenaran itulah yang mendapat balasan dari Allah.
Baca Juga: Ijtihad Nabi Muhammad dalam Urusan Dunia: Memahami Konsep Kemaksumanan dan Kekeliruan
Batasan Wilayah Ijtihad
Perlu dipahami bahwa ijtihad hanya dilakukan pada persoalan-persoalan yang tidak memiliki dalil yang tegas dan jelas (qat'i) dalam Al-Qur'an maupun hadis. Jika suatu hukum sudah dijelaskan secara eksplisit oleh Allah dan Rasul-Nya, maka tidak ada ruang untuk berijtihad di sana.
Artikel Terkait
Menjaga Lisan, Ibadah Sunyi yang Penuh Pahala
Muhasabah, Bercermin Sebelum Dihisab
Mengapa Allah Menciptakan Babi Jika Akhirnya Diharamkan?
Mengapa Shalat Harus Ritual? Membedah Makna di Balik Gerakan dan Bacaan
Lebih dari Sekadar Ritual, Menemukan Kembali Dialog Spiritual dalam Shalat
Menemukan Kembali Makna Shalat, Jalan Hidup Menurut Al-Qur'an
Raih Keberkahan dengan Berbagai Amalan yang di Contohkan Rasullulah SAW di Pagi Hari
Kumpulan Doa Rasulullah SAW untuk Sehari-hari: Bukti Cinta dan Ketaatan pada Sunnah
Integrasi Nilai Islam dalam Kehidupan Sehari-hari: Praktik Mudah untuk Hidup Penuh Makna
Berpikir Kritis dalam Islam: Perintah Agama untuk Menjauhi Kesesatan di Era Digital