PROJABAR.COM - Dalam era pertemanan tanpa batas dan budaya dating yang semakin kompleks, generasi muda Muslim kerap dihadapkan pada tantangan untuk menemukan panduan dalam membina hubungan. Al-Qur'an, dengan kebijaksanaan abadinya, menawarkan prinsip-prinsip mendasar untuk membingkai cinta dan hubungan yang sehat, bermartabat, dan penuh keberkahan.
Baca Juga: Bermaksiat dengan Alasan Takdir - Mengapa Alasan Ini Keliru?
Pondasi pertama yang ditekankan Al-Qur'an adalah akhlak dalam berinteraksi. Surah Al-Hujurat ayat 11-13, misalnya, sering dikaji sebagai rujukan pendidikan akhlak, termasuk larangan untuk mengejek, menggunjing, dan berprasangka buruk. Prinsip ini sangat relevan dalam konteks pergaulan muda, termasuk di media sosial, di mana ujaran kebencian dan bullying dapat dengan mudah terjadi. Menjaga tutur kata dan sikap adalah bentuk penghormatan tertinggi dalam pergaulan.
Konsep cinta dalam Al-Qur'an juga mengajak manusia untuk melihat pasangan sebagai sumber ketenangan. "Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu pasangan hidup dari jenismu sendiri, supaya kamu mendapat ketenangan di sisinya..." (QS. Ar-Rum: 21). Ayat ini menempatkan hubungan suami-istri bukan sekadar pemenuhan nafsu, tetapi sebagai sakinah (ketenangan), mawaddah (cinta), dan rahmah (kasih sayang).
Bagi anak muda yang mempersiapkan pernikahan, memahami tanggung jawab dalam berkeluarga adalah kunci. Tafsir Tematik Kemenag RI yang membangun keluarga harmonis dapat menjadi pedoman . Pembangunan keluarga harmonis tidak hanya berpusat pada kesamaan visi duniawi, tetapi juga pada keselarasan dalam mengejar ridha Allah.
Baca Juga: Bukti Cinta kepada Allah: Dari Klaim Menjadi Kenyataan
Ketika masalah dalam hubungan datang, Al-Qur'an memberikan pedoman penyelesaian yang elegan. Misalnya, dalam QS. Ali Imran ayat 139, "Janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman." Ayat ini, yang turun dalam konteks kekalahan perang, mengajarkan untuk tidak berlarut-larut dalam kesedihan dan tetap memiliki semangat untuk memperbaiki keadaan dengan penuh keyakinan.
Prinsip untuk tidak putus asa dari rahmat Allah juga menjadi penyejuk saat hubungan tidak berjalan sesuai harapan. Keyakinan bahwa Allah mengetahui apa yang terbaik bagi hamba-Nya, sebagaimana tersirat dalam QS. Al-Baqarah ayat 216, "...boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu..." memberikan ketabahan hati untuk menerima takdir dan terus melangkah.
Dengan berpegang pada prinsip-prinsip Qur'ani ini, generasi muda dapat menavigasi samudra cinta dan hubungan dengan kompas iman, menuju pelabuhan pernikahan dan rumah tangga yang penuh sakinah, mawaddah, wa rahmah.
Baca Juga: Pentingnya Ketaatan kepada Rasulullah: Bukan Sekadar Iman, tapi Jalan Hidup
Artikel Terkait
Nabi Isa AS: Mukjizat Kelahiran dan Dakwah Kasih Sayang
Nabi Muhammad SAW: Penutup Para Nabi dan Cahaya Terakhir bagi Umat Manusia
Hikmah dan Pesan Universal dari Kisah 25 Nabi dan Rasul dalam Islam
Pentingnya Ketaatan kepada Rasulullah: Bukan Sekadar Iman, tapi Jalan Hidup
Ijtihad: Ketika Usaha Tulus Dihargai, Meskipun Hasilnya Keliru
Bukti Cinta kepada Allah: Dari Klaim Menjadi Kenyataan
Bermaksiat dengan Alasan Takdir - Mengapa Alasan Ini Keliru?
Menyoal Legitimasi Salat Hajat: Antara Tradisi Religius dan Keabsahan Dalil
Malu dan Sombong, Dua Penghalang Ilmu: Telaah Mendalam Hadits Imam Al-Bukhari
Kita Tak Akan Lama dan Dunia Hanya Fana: Zuhudi jadi Solusi Sebelum Mati!