PROJABAR.COM - Pencapaian tingkat melek aksara dewasa Indonesia di atas 95% patut diapresiasi, namun ini bukanlah garis finis. Tantangan sesungguhnya justru muncul setelahnya, membangun literasi fungsional dan budaya baca yang kuat di era digital. Untuk menjawab kompleksitas tantangan ini, peran Pemerintah Indonesia sebagai koordinator utama bagi berbagai lembaga internasional menjadi kunci penentu kesuksesan.
Apa tantangan literasi Indonesia yang sebenarnya? Lanskap literasi nasional dihadapkan pada paradoks. Di satu sisi, angka melek aksara dasar sangat tinggi. Di sisi lain, budaya baca dan literasi kritis masih lemah, yang diperburuk oleh gempuran disinformasi di ruang digital. Problemnya bukan lagi pada ability to read (kemampuan membaca), tetapi pada practice of reading (kebiasaan membaca) dan critical engagement (keterlibatan kritis). Kelompok masyarakat terpencil, lansia, penyandang disabilitas, dan penutur bahasa minoritas tetap menjadi populasi yang rentan tertinggal, baik dalam literasi konvensional maupun digital.
Siapa saja aktor internasional yang berperan? Setiap lembaga internasional memiliki ceruk dan keunggulan komparatifnya masing-masing. UNICEF fokus pada literasi dasar untuk anak-anak di daerah terpencil seperti Papua, dengan program Early Grade Literacy (EGL) yang berhasil menurunkan proporsi "non-pembaca" dari 62% menjadi 26% di sekolah sasaran. Sementara USAID lewat inisiatif All Children Reading mendorong inovasi teknologi pendidikan, seperti pengembangan buku digital dan materi aksesibel untuk disabilitas. Bank Dunia berperan pada level makro dengan reformasi sistemik dan pembiayaan kebijakan. Adapun UNESCO, berperan sebagai pemandu normatif, pengembang Literasi Media dan Informasi (LMI), dan penguat inovasi lokal seperti Institut Sokola.
Mengapa koordinasi yang dipimpin pemerintah sangat krusial? Tanpa koordinasi yang efektif, intervensi dari berbagai lembaga ini berpotensi tumpang tindih atau tidak terhubung, sehingga tidak menciptakan jalur pembelajaran yang berkesinambungan bagi seorang anak dari tingkat dasar hingga dewasa. Pemerintah, melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) dan Bappenas, perlu menjadi conductor yang memastikan setiap "pemain orkestra" internasional berkontribusi pada simfoni strategi literasi nasional yang koheren.
Kapan momentum yang tepat untuk memperkuat koordinasi ini? Saat ini adalah waktu yang tepat, mengingat Kurikulum Merdeka yang fleksibel membuka peluang untuk integrasi kompetensi baru, seperti LMI dan pendekatan kontekstual ala Sokola, ke dalam sistem pendidikan formal.
Bagaimana langkah strategis yang dapat diambil? Rekomendasi kebijakan yang mengemuka adalah membentuk Dewan Koordinasi Literasi Multi-Pemangku Kepentingan. Dewan ini bertugas menyelaraskan program, menghindari duplikasi, dan memastikan sinergi. Misalnya, memastikan kerja dasar UNICEF di Papua mempersiapkan siswa untuk menerima kurikulum LMI yang diusung UNESCO, dengan menggunakan alat-alat teknologi yang dikembangkan melalui hibah USAID, dalam sebuah sistem pendidikan yang diperkuat oleh reformasi kebijakan Bank Dunia.
Dengan demikian, masa depan literasi Indonesia tidak hanya bergantung pada satu lembaga, tetapi pada kapasitas pemerintah untuk memetakan, memimpin, dan memadukan seluruh kekuatan dan keahlian yang ada secara strategis.
Baca Juga: Strategi Belajar dan Literasi Demokrasi di Tengah Gejolak Sosial
Sumber Data:
-
Tingkat melek aksara >95%: World Bank Data, https://data.worldbank.org/indicator/SE.ADT.LITR.ZS?locations=ID
-
Keberhasilan program UNICEF EGL turunkan non-pembaca dari 62% ke 26%: UNICEF Education Case Study, https://www.unicef.org/media/124426/file/Instruction%20tailored%20to%20students%E2%80%99%20learning%20levels%20improves%20literacy%20(Indonesia).pdf
-
Inisiatif USAID 'All Children Reading': https://allchildrenreading.org/competition/begin-with-books/
-
Peran Bank Dunia dalam reformasi sistemik: World Bank, https://www.worldbank.org/en/country/indonesia/publication/the-promise-of-education-in-indonesia
-
Peran UNESCO dalam LMI dan pengakuan Institut Sokola: UNESCO, https://www.unesco.org/en/articles/indonesian-ethnographic-programme-awarded-2024-unesco-confucius-prize-literacy
(mcbsa)
Artikel Terkait
Indeks Literasi Jawa Barat 2025 : Membaik atau Memburuk?
Literasi Digital: Mengapa Petani Jawa Barat Perlu Menguasai Teknologi
PPN Buku di Indonesia, Kebijakan Fiskal untuk Memajukan Literasi
Strategi Belajar dan Literasi Demokrasi di Tengah Gejolak Sosial
Pentingnya Literasi Digital bagi Siswa Sekolah di Era Teknologi
Tirai Digital: Literasi Digital sebagai Benteng Melawan Hoax dan Penipuan Online
Jawa Barat Punya! Inilah 5 Wisata Literasi Keren untuk Pecinta Buku & Sejarah
Peluang Emas! Komdigi Buka Lowongan Kerja Pandu Literasi Digital Dibuka, Lulusan S1 Usia 65 Tahun Boleh Daftar
Nia Purnakia Dorong Jawa Barat jadi Pelopor Literasi Internasional di Hari Literasi Internasional 08 September 2025
Peluang Karir di Bidang Literasi Digital: Jadi Pandu Literasi Digital 2025, Ini Cara Daftarnya!