PROJABAR.COM -Riuh dinamika sosial di desa beberapa waktu terakhir menunjukkan satu hal yang tidak bisa diabaikan: masyarakat semakin peduli terhadap arah kepemimpinan dan tata kelola desa. Reaksi publik, baik melalui percakapan langsung maupun di media sosial-menandakan bahwa warga tidak lagi pasif, melainkan mulai menuntut transparansi, keadilan, dan kepemimpinan yang dapat dipercaya.
Pilkades mendatang bukan hanya agenda rutin lima tahunan, tetapi momentum penting untuk melakukan evaluasi bersama. Apa pun yang terjadi di desa akhir-akhir ini, harus dijadikan bahan refleksi untuk melihat sejauh mana kepemimpinan desa telah menjalankan fungsi pelayanan, perlindungan, dan pengelolaan pembangunan.
Kepedulian Warga Tidak Boleh Hanya Meledak di Medsos
Fenomena masyarakat meluapkan kekecewaan di media sosial menunjukkan adanya kegelisahan sekaligus krisis kepercayaan. Namun, energi sosial seperti ini tidak boleh dibiarkan menjadi sekadar hiruk-pikuk digital.
Desa bukan dunia anonim; di sini semua saling mengenal.
Karena itu, kritik harus diarahkan dengan bijak, dimusyawarahkan, dan ditindaklanjuti melalui mekanisme resmi. Media sosial boleh menjadi ruang suara, tetapi perubahan nyata terjadi di forum desa, bukan di kolom komentar.
Saatnya Mengukur Ulang Rekam Jejak Kepemimpinan
Menjelang Pilkades, masyarakat perlu bertanya secara jernih:
- Apakah pemerintah desa terbuka dalam mengelola anggaran dan program pembangunan?
- Apakah pemimpin hadir untuk semua golongan, bukan untuk kepentingan kelompok tertentu?
- Apakah warga merasa didengar ketika menyampaikan aspirasi?
- Apakah keputusan-keputusan desa diambil secara musyawarah, bukan sepihak?
- Apakah komunikasi pemerintah desa berjalan sehat, tidak defensif atau tertutup?
Pertanyaan-pertanyaan ini adalah barometer paling sederhana untuk menilai kualitas kepemimpinan.
Pilkades nanti harus menjadi waktu untuk memastikan bahwa siapa pun yang memimpin desa benar-benar layak mendapat amanah warga.
Baca Juga: Jihad Sunyi: Guru Pesantren dan Keikhlasan yang Kian Terpinggirkan
Belajar dari Kegaduhan: Desa Butuh Kepemimpinan Berintegritas
Kegaduhan sosial yang muncul belakangan ini sebenarnya adalah alarm yang menyadarkan bahwa ada hal-hal yang perlu diperbaiki.
Tidak perlu menunjuk siapa pun, tetapi kita harus mengakui bahwa:
- komunikasi pemerintah desa dan warganya belum optimal,
- sistem pelaporan dan pengawasan belum berjalan efektif,
- warga belum sepenuhnya percaya pada mekanisme resmi,
- dan ruang musyawarah sering kalah oleh pola komunikasi cepat di media sosial.
Semua ini menandakan kebutuhan akan kepemimpinan desa yang lebih transparan, dialogis, dan mampu membangun kepercayaan publik.
Pilkades Bukan Ajang Emosi, Tapi Ajang Rasionalitas
Pilkades harus dimaknai sebagai momen strategis untuk memperbaiki arah desa, bukan ajang balas dendam sosial.
Karena itu, masyarakat perlu:
Artikel Terkait
Jihad Sunyi: Guru Pesantren dan Keikhlasan yang Kian Terpinggirkan
22 Tewas dalam Kebakaran Maut Ruko Terra Drone Kemayoran, Polisi Periksa Pemilik Usaha dan Gedung
Kemensos Lakukan Pendataan Korban, 22 Tewas dalam Kebakaran Maut di Gedung Terra Drone Kemayoran
Makanan Sering Lengket di Wajan? Ini 5 Solusi Ampuh & Cara Belanja Wajan Anti-Lengket Terbaik!
Tekanan Saham Blue Chip dan The Fed Tekan IHSG, Anjlok 0,65% ke Level 8.361
Bupati Aceh Selatan Dinonaktifkan 3 Bulan Usai Umrah Tanpa Izin Saat Daerah Dilanda Bencana
Ribuan Rumah Terendam, Banjir Meluas di 15 Desa Karawang
BMKG Peringatkan Potensi Hujan Lebat dan Cuaca Ekstrem di Jawa Barat Sepekan ke Depan
Pemerintah Batalkan Cukai Minuman Manis 2026, Pertumbuhan Ekonomi 6% Jadi Syarat
Budaya kekuasaan di Indonesia, tantangan dan peluang perubahannya.