Kuasa Tetangga: Mengapa Orang Religius Dibilang Baik dan yang Tidak Dianggap Buruk?

photo author
- Selasa, 28 Oktober 2025 | 19:00 WIB
Kuasa Tetangga: Mengapa Orang Religius Dibilang Baik dan yang Tidak Dianggap Buruk? (mcbsa)
Kuasa Tetangga: Mengapa Orang Religius Dibilang Baik dan yang Tidak Dianggap Buruk? (mcbsa)

PROJABAR.COM - Dalam masyarakat kita, label "orang baik" sering kali melekat pada mereka yang terlihat religius. Sebaliknya, yang tidak religuis mudah dicap buruk. Fenomena ini menimbulkan pertanyaan mendasar: dari mana sebenarnya standar "baik dan buruk" itu berasal?

Baca Juga: Pemuda PAS Gelar Aksi Tolak Kedatangan Donald Trump Sebagai Bentuk Solidaritas untuk Palestina

Apakah benar standar moral mutlak datang dari Tuhan? Atau justru merupakan konstruksi sosial yang dibentuk oleh lingkungan sekitar? Atau sederhananya, oleh "tetangga" kita sehari-hari?

Penelitian dalam jurnal Psikologi dan Masyarakat mengonfirmasi korelasi antara religiusitas dan perilaku prososial. Nilai-nilai keagamaan seperti kejujuran, empati, dan tolong-menolong memang membentuk perilaku positif individu.

Namun, mekanisme sosial yang bekerja lebih kompleks. Lingkungan sekitar - tetangga, keluarga, tradisi - memiliki kuasa besar menafsirkan nilai religius menjadi standar moral praktis.

Seseorang yang dianggap baik di komunitas religius homogen, belum tentu mendapat pengakuan sama di lingkungan dengan nilai berbeda. Kuasa menilai status "baik-buruk" seseorang dalam keseharian justru ada di tangan masyarakat.

Psikologi sosial menjelaskan fenomena ini sebagai konformitas kelompok. Individu cenderung mengadopsi nilai kelompok dominan untuk diterima secara sosial. Dalam komunitas religius, mengikuti norma agama menjadi jalan pintas mendapatkan pengakuan sebagai "orang baik".

Sebaliknya, di komunitas liberal atau sekuler, menjadi terlalu religius justru bisa dianggap tidak progresif. Di sini terlihat jelas bagaimana lingkungan membentuk standar moral.

Dengan demikian, meski nilai agama memberikan kerangka moral, penilaian "baik-buruk" dalam praktiknya tak lepas dari interaksi sosial. Moralitas, pada akhirnya, adalah produk yang hidup dalam ruang pergaulan, di mana "tetangga" memegang peran penting.

Baca Juga: “Ricuh di Cisomang! Warga Meninggal Saat Lerai Keributan, Polres Amankan Debt Collector”

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel
di atas untuk konten akun media sosial komersil tanpa seizin redaksi.

Editor: Muhammad Cikal Bintang Sayyid Arrazy

Tags

Artikel Terkait

Rekomendasi

Terkini

X